Setelah Nonton: Terbang: Menembus Langit (2018)

Hanifa Eka
4 min readDec 9, 2020

--

Film ini disutradarai Fajar Nugros. Bercerita tentang perjalanan seseorang bernama Onggy Hianata. Dua tokoh utama dalam film ini diperankan Dion Wiyoko (sebagai Onggy Hianata) dan Laura Basuki (sebagai Chandra, istri Onggy). Aktor-aktris ini berakting dengan bagus dan secara visual sangat menyenangkan dipandang (?)

diambil dari: https://www.kompasiana.com/nutylaraswaty/5ad59195cbe52330806f3a34/film-terbang-menembus-langit-apakah-kisah-nyata-onggy-hianata?page=all

Apa ya sebutannya.. Ealah. Embuh.

Terbang: Menembus Langit bukan film baru. Alasan utama saya ingin menonton film ini ada tiga. Pertama, ada di Viu. Kedua, trailernya menarik dan berapi-api. Ketiga, visualnya yang (sepertinya) cocok dengan setting waktunya. Secara visual, film ini membuat saya puas.

Namun dari segi cerita, hm, gimana ya. Saya kurang menyukainya karena saya punya pandangan yang berbeda. Alasan saya subjektif sekali:

Saya tidak suka dimotivasi motivator di acara seminar. Selain karena rutinitas yang sudah biasa (seperti sapaan semangat pagi, ppt materi, dan video seseorang dengan disabilitas), saya butuh penalaran yang jelas dari satu premis ke premis lainnya tentang ‘kenapa dalam menjalani hidup harus semangat dan manusia ngga boleh menyerah’. Materi dari motivator kadang tidak mampu menjelaskan sehingga saya tidak termotivasi.

Ketidaksukaan saya ini sepertinya memberikan saya bias saat menonton film Terbang: Menembus Langit.

Mempertanyakan Keputusan

Saya suka duetnya Dion Wiyoko dan Laura Basuki, sayangnya saya tidak kuat menonton film ini (meskipun berhasil saya paksakan sampai selesai berkat akting mereka). Jalan cerita ini membuat saya mempertanyakan hal-hal yang teknis kepada tokoh Onggy.

  1. Kenapa ngga menjual apel ke penjual buah lainnya?
  2. Kenapa ngga minta ajarin orang yang lebih ngerti resep jagung bakar?
  3. Emangnya udah nyiapin kebutuhan hidup buat berapa bulan saat dirimu meninggalkan pekerjaan di pabrik benang?
  4. Kenapa ngga mencapai sedikit kestabilan dulu (misal punya rumah, bukan ngontrak lagi) dan baru resign?
  5. Kenapa ngga menata ‘side hustle’ dulu sampai lebih stabil, lalu baru pindah sepenuhnya ke bisnis rintinsan pribadi?
  6. Apa aja yang kamu pelajari dari kesalahan bisnis yang sebelumnya?
  7. Kebebasan apa yang kamu cari?
  8. Kenapa mencari kehidupan di kota besar melulu dan ngga pulang ke Tarakan? Setidaknya supaya kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan bisa terpenuhi. Karena setahu saya ngikutin passion itu bentuk aktualisasi diri dan kebutuhan terakhir dalam Hierarki Kebutuhan Maslow.

Keputusan yang diambil tokoh di film ini kurang masuk akal buat saya. Terlalu nekat dan berbahaya karena tidak tampak jelas pertimbangannya. Selain itu, tokoh utamanya selalu meyakinkan ke diri sendiri dan istrinya, “Everything will be alright.” Terdengar seperti menyemangati diri sendiri dengan denial (menolak melihat kenyataan).

Tubrukan dengan Nilai Pribadi

Saya juga kurang memahami konsep freedom/kebebasan yang ditawarkan film ini. Apakah bekerja di bawah orang lain itu tidak bebas? Apakah membangun bisnis itu serta merta membuat seseorang bebas? Bukannya membangun bisnis justru membuatmu terikat tanggung jawab yang lebih besar 24/7/365 dan itu ‘tidak bebas’?

Bekerja di bawah orang lain kalau dilihat dari segi kuasa memang membuat diri punya jam kerja dan jatah cuti terbatas, tapi bukankah itu adalah bentuk kebebasan dari ‘tanggung jawab sebesar memiliki bisnis’?

Bentar. Saya potong.

Lihat kan. Nilai pribadi (personal value) membuat penilaian saya bias sehingga saya kurang bisa menikmati film ini. Oke, silakan baca lagi:

Saya berpikir bahwa pekerjaan apapun adalah transaksi. Kita menukar pikiran, waktu, dan tenaga untuk mendapatkan uang dan memenuhi kebutuhan. Dari situlah, terserah kita mau memilih transaksi yang mana dengan pertimbangan apa.

Makanya saya ngga habis pikir dengan film Terbang ini. Sebenarnya terserah dia mau memilih ‘transaksi’ apa, tapi kok ya kesalahan yang sama tuh diulang lagi. Kalau memang hasil evaluasinya ngga bagus, hambok yaudah, berhenti dan mencari jalan lain. Itu rasional. Sentimen atau komentar orang (seperti ‘itu namanya menyerah’) terkadang membuat orang jadi ngga rasional saat mengambil keputusan karena ‘menyerah’ selalu diartikan buruk.

Serba Nanggung

Pada akhirnya, dalam film ini digambarkan bahwa Onggy mengganti barang jualan (yang sebelumnya berganti dari apel, jagung bakar, kerupuk) menjadi sesuatu yang diomongin di depan orang. Sampai di akhir film, saya baru ngeh kalau yang dijual Onggy adalah motivasi.

Lalu di penutup film ini, ditunjukkanlah bahwa film ini menceritakan perjalanan hidup seorang motivator sungguhan bernama Onggy Hianata.

Sejujurnya saya akan lebih mengapresiasi film ini kalau ada gambaran proses pembuatan materi motivasinya hlo. Karena akan menunjukkan kesan bahwa materi yang dijual benar-benar bermutu. Bukan sekadar omongan yang dijual untuk menyambung hidup.

Mungkin gambaran ini tidak bisa dimasukkan karena sejak awal pun ada terlalu banyak fase hidup Onggy yang ingin diceritakan. Saya melihat karena hal inilah, cerita dari setiap fase hidup Onggy jadi serba nanggung. Penonton hanya tahu masalah yang bertumpuk-tumpuk, tapi tidak tahu penyelesaian realistisnya seperti apa.

Namun dibalik itu semua, menurut saya, yang bisa diapresiasi dalam film ini ada dua poin: akting tokoh-tokohnya dan ending filmnya.

Akting para aktor dan aktrisnya memuaskan. Bikin saya kuat bertahan menonton film ini. Tanpa mereka, film ini sudah saya tinggalkan sejak scene Onggy lulus kuliah. Yakin dah. Terutama akting Laura Basuki. Mantap betul sampai saya lebih kuat bertahan menonton film ini sampai akhir.

Film ini tidak berending bahagia. Onggy masih tinggal di kontrakan tanpa jendela di gang Bukit Duri. Ia masih bekerja memotivasi orang-orang. Istri dan anaknya (Rich) masih kepanasan. Yang membedakan adalah ada momen kemerdekaan Indonesia dan orang-orang di gang itu tampak bersemangat.

Saya suka ending ini karena seolah-olah membenarkan keyakinan saya, “Sebelum resign dari kantor yang memberikan gaji bulanan, sebaiknya matangkan dulu rencanamu, kumpulkan tabunganmu, dan jangan asal gas aja.” Aduh maaf lagi lagi ini subjektif sekali.

--

--

Hanifa Eka

mba mba yang memelihara kucing dan membacakan dongeng