Setelah Nonton: Kucumbu Tubuh Indahku

Hanifa Eka
4 min readDec 3, 2020

--

Sudah pada tahu kan kalau film ini disutradarai oleh Garin Nugroho.

Film Kucumbu Tubuh Indahku sangat terkenal pada saat dirilis (tahun 2018 kalau tidak salah). Setelah beberapa bulan pasca rilis juga film ini masih terkenal.

Emang ada apaan neh kok sampe ada klaim kalau film ini terkenal?

Ada banyak cerita dalam usaha memutarkannya. Ho’oh memang betul bahwa pemutaran alternatif dan komunitas film di berbagai kota memutarkan film ini.

Namun (seingat saya) pemutaran di kota manapun tuh penonton memperebutkan tiketnya. Lalu sewaktu-waktu, ada kelompok masyarakat tertentu beramai-ramai mendatangi dan memprotes acara pemutaran film ini. Mereka mengklaim kalau ini film tentang LGBT. Jadi kadang diperlukan polisi untuk menjaga jalannya acara.

Kadang yang mengklaim begitu usut punya usut belum nonton filmnya. Halah jhan tenan.

Berhubung ada banyak effort* yang perlu dikeluarkan pada masa awal rilis film, saya ngga terlalu pingin nonton Kucumbu Tubuh Indahku. “Weslah, nonton yang bisa ditonton aja. Entar kalau jodoh sama filmnya kan ya bisa ketemu lagi,” gitu pikir saya.

Eh lah tenan, kemarin saya barusan nonton setelah pertama kali nyoba berlangganan Viu Premium. Hehe.

Jadi gimana kesannya setelah nonton film Kucumbu Tubuh Indahku?

Hal yang saya lakukan sepanjang menonton dan setelah credit title selesai adalah menjelaskan ke diri sendiri, “Ini film apa?”

Mungkin pertanyaan ini muncul karena saya sudah lama tidak menonton film (yang hot di kalangan penonton di festival film). Bisa juga karena cara bercerita film ini yang tidak mengikuti rumusan babak perkenalan-konflik-resolusi.

Menurut saya, film ini tentang perjalanan tubuh. Film ini mengingatkan bahwa tubuh seorang manusia itu menarik.

  • Tubuh dapat memiliki sifat maskulin dan feminin meskipun alat reproduksinya jelas penis atau vagina. Soal hal ini, sudah banyak tulisan ilmiah yang bisa dijadikan referensi. Silakan dicari sendiri.
  • Bisa terluka dan merekam trauma. Kejadian yang menyakitkan mungkin terjadi di masa kecil, tapi luka dan traumanya akan terekam selamanya di tubuh. Bisa saja ketika trigger-nya hadir, akan timbul suatu reaksi yang sama di masa depan.
  • Tubuh manusia begitu berharga. Di dalam film ini, secara jelas digambarkan seorang petinju yang kalah tanding. Penagih hutang bilang bahwa petinju itu sudah tidak berharga, tapi karena ia sehat, masih ada yang berharga dari tubuhnya. Lalu ginjal petinju itu diambil untuk membayar hutang.

Film ini mengingatkan (lebih mirip menyadarkan dengan sinyal halus melalui kata-kata bermakna dalam dari penuturan seorang penari dengan logat ngapak) kepada saya bahwa tubuh adalah ‘kendaraan’ roh manusia. Tubuh adalah sesuatu yang kita gunakan untuk hidup. Lalu alam membantu tubuh untuk tetap hidup.

Mungkin terdengar seperti “apalah, Ka, berlebihan kamu ini.” Eits sebentar. Ini bukan sesuatu yang puitis. Jelas kok: tubuh tumbuh dari kekayaan alam berupa tumbuhan, udara, oksigen, daging hewan, serangga, air, tanah, cahaya, dan entah apa lagi. Sepertinya banyak sekali.

Lalu seiring waktu berjalan, tubuh ikut tumbuh.

Memenuhi kebutuhan manusia: untuk makan, melangkah, bergerak, bekerja, berjalan-jalan, mengikuti rasa penasaran, naik gunung, menari, mengejar pengakuan orang yang lebih berkuasa, mematahi aturan, memenuhi hasrat…

Saya terpana saat Warok bilang, “Jangan lukai tubuh lembutmu!” secara tegas kepada Juno.

Saya mengartikannya bukan hanya sebagai pesan untuk Juno, tetapi untuk semua orang.

Bentar bentar. Maksudnya apa?

Jadi gini jalan pikiran saya:

Jika roh menggunakan (bisa juga kita pakai istilah menumpang) tubuh agar bisa hidup di dunia, artinya tubuh bagian dari alam kan?

“Jangan lukai tubuhmu. Karena tubuh adalah tempat roh-mu bernaung dan ia bagian dari alam juga. Jangan lukai alam. Karena alam adalah sumber kehidupan tempat tubuhmu bergantung.”

Kenapa saya pikir poinnya ada di ‘luka’?

Film ini mengenai perjalanan Juno dari kecil hingga dewasa. Setiap fase kehidupannya, ada luka yang terekam. Entah itu dialami Juno sendiri atau dialami orang di sekitarnya. Lukanya beragam. Mulai dari luka sekecil tusuk jarum sampai luka pembunuhan yang meninggalkan trauma.

Jujur saya agak takut menonton film karena takut terluka. Adegan bercak darah membuat saya ingin bersembunyi, adegan kaca jendela yang dipecahkan membuat saya waspada saat Juno melakukan apapun. Akhirnya saya sering mengintip sisa durasi film hanya untuk sekadar menenangkan diri, “Perjalanan Juno sebentar lagi selesai, memangnya hal apa lagi yang bisa terjadi padanya?”

Ketakutan saya ditepis kata-kata Bulik. Ia menasihati Juno kecil supaya jangan takut, hidup memang seperti ini jadi biasakanlah. Ini nasihat untuk Juno, tapi saya jadikan pegangan sepanjang menonton film.

Gitu. Hehe. Makanya saat Bulik dan Warok mengatakan hal tersebut, saya terpana, menekan pause sebentar, memberi applause, lalu lanjut menonton.

Dah gitu aja kesan dari saya. Tentu saja semua yang ada dalam tulisan ini adalah interpretasi pribadi.

*=Hmm gimana menjelaskannya ya... Menurut saya, mau nonton film dan menyimak penuturan sutradara atas suatu hal, kok ya ribet tenan. Udah nyari tiketnya rebutan, perlu menghadapi massa dan dijagain polisi pula. Hash.

--

--

Hanifa Eka

mba mba yang memelihara kucing dan membacakan dongeng