Hasil Identifikasi Tahap-Tahap Menjadi Pintar

Hanifa Eka
2 min readNov 11, 2022

--

Mulai awal tahun 2021, saya mengambil pekerjaan yang serius banget. Err.. bukan berarti pekerjaan saya yang sebelumnya itu hanya “mainan”, tetapi pekerjaan di tahun 2021 itu mengharuskan saya pindah kota, berkomitmen seumur hidup (setidaknya sampai masuk usia pensiun berdasarkan peraturan yang berlaku), dan mengarah ke pengabdian melayani masyarakat. Whahaha. Seramnya. Serius banget.

Awalnya saya pikir adaptasi di pekerjaan ini akan mudah. Semudah pekerjaan saya yang sebelumnya. Eh, ternyata sulit. Bahkan hampir memasuki tahun ke-2 pun masih saja tersandung. Sudah mulai tampak titik terangnya, tapi masih banyak hal yang belum saya kuasai. Wadu. Capek sekali ya menghadapi setiap pagi tanpa kepercayaan diri “pokoknya saya pasti bisa menghadapi apapun hari ini”.

Meskipun begitu, saya bersyukur karena level kesulitan yang saya pelajari tuh bertahap. Mulai dari yang mudah dan perlahan-lahan semesta menambah tingkat kesulitannya. Apa yang sulit di masa lalu, sekarang sudah terasa jauh lebih mudah. Tetapi hingga hari ini, masih banyak juga hal-hal yang belum saya pahami.

Salah satu tahapannya yang saya perhatikan kurang lebih seperti ini:

  1. Memahami “itu apa?” Sebagai staf, ngga boleh ‘cukup tau’. Usahakan ‘tau banget’. Awal awal bekerja, saya pasrah menerima berbagai informasi dan tidak mempertanyakannya. Lately, saya belajar kalau penggalian informasi bisa dilakukan dengan mempertanyakan 5W+2H. Gali terus sampai paham menyeluruh. Misalnya saya perlu paham isi Kajian Reviu Pilkada 2019, digali dengan “Itu apa? Siapa yang mengaji? Siapa dan apa background narasumbernya? Kapan kajian dilakukan? Kapan hasilnya diterbitkan? Dengan cara apa kajian dilakukan? Bagaimana skemanya? Di mana wawancara/diskusi/FGD dilakukan? Mengapa perlu dilakukan atau apa urgensinya? Apa hasil kajiannya?” daaaann seterusnya. Gali terus.
  2. Menjawab pertanyaan orang lain. Saya belum fasih melakukan hal ini karena satu dan lain hal. Mungkin karena sering kekurangan informasi (karena ngga penasaran dengan banyak hal, mudah merasa ‘oke udahan ah, udah cukup tau’). Mungkin karena pikiran penuh dengan tugas lain, perut lapar, dan telinga kadang budeg dikit (eeeh ini beneran!) Saya masih gelagapan kalau ditanya, “Anggaran lembaga X dari tahun 2020 sampai sekarang tu naik atau turun? Naiknya berapa persen?” Aih mampus lah rasanya. Saya masih butuh waktu >15 menit untuk menjawabnya karena segala hal masih di luar kepala (dalam artian ‘belum pernah masuk ingatan’).
  3. Gantian menjadi pihak yang mempertanyakan. Dosen saya dulu pernah bilang bahwa menciptakan pertanyaan yang tepat itu sulit. Saya rasa pernyataan tersebut betul sekali. Untuk bisa bertanya, kita harus paham ‘itu apa’ dan sudah menggali sampai mentok dok. Baru kemudian menciptakan kalimat tanya dan menanyakan kepada orang yang tepat. Saya pikir itu semua mudah, ternyata sulit (baru terasa sedikit mudah akhir akhir ini). Apalagi di Pemerintahan yang terdiri dari banyak bagian. Saat bulan-bulan pertama bekerja, tiap dapat tugas untuk menanyakan ke bagian lain, saya panik dan degdegan. “Lah? Apa yang harus kutanyakan? I don’t even know what it is.” Walhasil bikin kesal satu tim. Hehehe
  4. … apa ya.

Sejauh ini saya baru mengidentifikasi 3 tahap. Mungkin seiring bertambahnya masa kerja, saya bisa mengenali dan mempelajari tahap lainnya. Anyway, saya jadi bertanya-tanya. Apakah tahun pertama bekerja memang berat dan setiap tahap ‘tambah pintar’ itu lama sekali, terutama bagi individu yang mudah takut dan biasa aja (ngga jenius) kayak saya? Hehe.

--

--

Hanifa Eka

mba mba yang memelihara kucing dan membacakan dongeng