Buku Sebelum Sendiri
Terakhir kali saya membaca buku kumpulan puisi adalah saat SD. Eh, atau SMP ya? Itu juga tidak disengaja. Saya salah membeli buku. Kupikir isinya kumpulan cerpen, ternyata kumpulan puisi. Puisi anak-anak kok.
Setelah bertahun-tahun, baru kemarin saya membaca buku kumpulan puisi lagi. Lagi lagi karena tidak disengaja.
Akhir bulan lalu, seorang teman menawarkan buku-bukunya. Entah secara cuma cuma atau membayar setengah harga. Saya tidak tahu tapi nekat mencoba mengirimkan dm-nya. Eh dirinya menjawab. Akhirnya saya memilih satu buku puisi dan satu kumpulan esai. Lalu ia mengirimkan buku-buku ini via go-send.
Tapi entah kenapa yang sampai di rumahku justru empat buku. Dua buku puisi, satu novel, dan satu kumpulan esai. Ya gapapa, saya memang sedang mencoba lebih tekun membaca berbagai buku. Tapi apa dia tidak salah kirim?
Saya coba membaca satu buku puisi yang terkirim olehnya (sebelum kukembalikan). Judulnya Sebelum Sendiri karya M Aan Mansyur. Ketika membaca judulnya, seketika saya teringat lagunya Sherina yang berjudul Sebelum Selamanya.
Itu saya cantumkan yak lagunya. Kali kali pada tertarik mendengarkan.
Lagu Sebelum Selamanya dan buku Sebelum Sendiri tidak benar-benar ada hubungannya kok. Tapi judul lagu dan buku ini membuat saya berpikir. Sepertinya jeda antara melanjutkan hidup dengan ‘sendiri’ atau ‘bersama’ selalu menimbulkan berbagai rasa (sampai beberapa orang membuat karya dari sana).
Ada 19 bagian dalam puisi Sebelum Sendiri. Saya kurang familiar dengan sebutan-sebutan dalam puisi. Jadi kusebut sebagai ‘bagian’ saja ya. Bagian nomor 18 dari puisi Sebelum Sendiri menarik bagi saya.
18.
dari masa depan kau masih ingin
bicara tentang masa lampau. tidak ada
waktu; mereka telah menghapusnya.hanya ada retakan kecil dari mana
kau bisa meruntuhkan segala
yang masih pastiapabila kau tidak mampu, terima
dunia yang menolakmubersama aku — atau ingatan
tentang kita.
Bagian terakhir itu seperti memberikan penawaran sebelum berpisah atau melanjutkan. Seperti menyerahkan keputusan kepada orang lain. “Gimana nih mau tetap bersama atau berpisah aja? Nantinya kalau berpisah, jadinya bukan ‘kita’ lagi. Ada sih ‘kita’, tapi itu cuma ingatanmu yang kau dapat dari masa lalu, bukan masa kini ataupun masa depan.”
Gitu kira-kira kalau menurut saya.