Bermain Kebun-Kebunan (Eps. Bayam Merah)

Hanifa Eka
3 min readMay 7, 2020

--

Selain benih Kale, yang saya beli di Waluku Festival 2018 adalah benih bayam merah (Amaranthus sp.). Tidak ada tujuan khusus saat membelinya. Hanya terdorong rasa penasaran tentang bentuk bayam merah, rasa, dan cara memasaknya. Soalnya di supermarket yang pernah saya datangi, bayam merah sepertinya ada di rak yang sama dengan sayuran fancy.

Oh ya, selain itu satu bungkusnya juga terdapat 1000 benih. Berbeda dengan kale yang hanya 23 benih. Jadi saya merasa lebih untung saat membelinya. Cuma perasaan saja sih ini, bukan sesuatu yang objektif.

Permasalahan Pertama: Treatment Keseluruhan

Dari beberapa workshop, saya belajar bahwa benih bayam ini sensitif. Bentuknya kecil, halus, dan mudah hilang. Padahal dalam satu tempat (misal tray semai) sebaiknya ditanam 2–3 benih saja. Kalau menggunakan jari, cukup sulit menatanya supaya tidak bertumpuk di satu tempat.

Pertumbuhannya cepat. Namun di masa kecilnya bayam (?) terhitung rapuh. Termasuk bayam merah. Sehingga proses menyiram air dan pindah tanamnya pun perlu lebih hati-hati. Tersiram dengan kecepatan-arus-air-dari-selang saja, dia sudah seperti ditubruk ombak pantai selatan. Langsung jatuh ke tanah dan tidak mampu berdiri lagi. Lalu mati. Halah. Bayam merah memang tidak sekuat sawi.

Karena pertimbangan tersebut, saya memutuskan tidak memakai tray semai dan langsung menanamnya di pot atau polybag. Selain itu saya juga mencari botol plastik dan melubangi tutupnya agar bisa mengontrol arus air. Supaya bayam-bayam mini ini tidak syok seperti saat disirami air dari selang.

Permasalahan Kedua: Cara Menanam di Pot

Selama eksperimen menanam bayam merah, kebetulan adik sepupu tinggal di rumah. Keluarganya punya sawah dan kebun di kampung halamannya. Sehingga ia punya pengalaman menanam. Ia menyarankan pada saya supaya menyebarkan benih bayam agak banyak dalam satu pot.

Photo by Zhanjiang Chen on Unsplash

Cara ini terhitung tidak berhasil karena medianya hanyalah pot. Mungkin nasib bayam ini lebih bagus kalau di kebun karena ditanam di atas tanah yang luas. Dalam pot yang luasnya terbatas, sepertinya bayam-bayam berebut nutrisi dari tanah. Akhirnya banyak yang mati dan hanya sedikit yang berhasil tumbuh besar.

Sampai hari ini, saya belum mencoba menanam dengan jumlah benih sedikit di pot. Beberapa benih tidak sengaja tertanam dan tumbuh karena ada bunga-bunga bayam merah yang tertiup angin.

Pemasalahan Ketiga: Waktu Panen

Saya tidak tahu kapan saat yang tepat untuk memanen bayam. Saya juga tidak tahu cara memanen bayam. Akhirnya sekitar 2–3 tanaman bayam tumbuh sampai besar, tua, dan menumbuhkan bunga yang panjang sekali. Bunga ini pada akhirnya mengering.

Oleh adik sepupu, saya diajari untuk mengeringkan bunga tersebut dan mengambil benih-benih baru dari sana. Berhasil dong. Memang agak sulit mengumpulkannya karena benih tersebut sangat kecil dan halus (masih lebih besar butiran meses dan gula pasir). Tapi yah.. membanggakan juga bisa mendapatkan benih bayam merah dari mainan kebun-kebunan.

Saya masih kikuk memetik bayam merah. Sehingga sampai hari ini saya lebih sering mengumpulkan benih bayam merah daripada memanennya.

Permasalahan Keempat: Panen yang Terlalu Sedikit

Beberapa tanaman bayam berhasil tumbuh besar dan berdaun lebar. Sebelum mereka masuk ke fase berbunga, saya potong batangnya. Adik sepupu yang mengajarkan hal ini. Katanya, nanti bayam merah ini akan tumbuh besar dan daunnya bisa dipetik lagi. Kata-kata dia benar.

Namun daun bayam merah yang bisa saya panen benar-benar sedikit. Awalnya memang memberikan kesan ‘banyak’ karena daun-daun bayam ini merekah lebar. Tetapi saat dimasak, daun-daun ini kembali mengempis. Karena itulah hasil panen bayam (dari kebun-kebunan) belum pernah lolos jadi ca atau tumis bayam di dapur rumah. Jumlahnya terlalu sedikit untuk dimakan seluruh penghuni rumah.

Paling mentok jadi pendamping mi instan. Lumayan sih buat menambah nutrisi dan membuat tampilan mi rebus jadi berbeda. Mudeng kan? Eh, kalian sudah pada tahu belum sih kalau warna bayam merah akan mengubah kuah mi jadi pink..?

--

--

Hanifa Eka
Hanifa Eka

Written by Hanifa Eka

mba mba yang memelihara kucing dan membacakan dongeng

No responses yet